Deprecated: trim(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in /home1/goodheg4/public_html/wp-content/themes/apuslisting/post-formats/single/_single.php on line 23

Resolusi Politik 2022: Hak Rakyat Beroleh Calon Pemimpin Ber-hikmat Kebijaksanaan

Sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2008 berkenaan Partai Politik, di dalam Pasal 11 partai politik miliki fungsi sebagai layanan pendidikan politik, agregasi keperluan masyarakat, pendidikan politik dan rekruitmen untuk isi jabatan politik. Parpol miliki peran amat strategis memilih nasib bangsa ini kedepan, sebab partai politiklah cuma satu instansi yang diamanatkan oleh UU untuk jalankan seleksi kepemimpinan baik itu capres, caleg, maupun calon kepada daerah.

Sayangnya UU No. 2 tahun 2008 jo UU No. 2 Tahun 2011 tidak menyesuaikan secara teliti bagaimana mekanisme parpol menseleksi kadernya untuk jadi calon pemimpin. Sepertinya sesungguhnya sengaja dibikin begitu aturannya amat longgar, Pasal 29 cuma berbunyi “rekruitmen dijalankan lewat seleksi kaderisasi secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART dan juga ketentuan perundang-undangan”, tidak tersedia kembali penjelasan, ketentuan pemerintah atau permendagri yang menyatakan kata “demokratis” tersebut. Hal ini menurut aku berlangsung kekaburan norma, Pasal 29 ini amat tidak mengetahui bagi mana standar makna demokratis sesudah itu atau bagimana mekanisme seleksi yang sanggup membuahkan calon pemimpin yang berintegritas.

Hasil berasal berasal berasal dari kekaburan norma tersebut, kondisi instansi politik kita amat memprihatinkan, mari kita cek hasil-hasil survey berkenaan partai politik, politisi dan instansi DPR 5th terakhir. Survei LIPI 2018: DPR dan Parpol jadi Lembaga Bercitra Negatif (cnnindonesia.com), Survei LSI 2021 soal Kepercayaan Public: DPR dan Parpol Urutan Paling Buncit (tempo.co), Survei Indikator Politik Indonesia (IPI) 2021: Tingkat Kepercayaan terhadap DPR dan parpol Terendah (republika.co.id). dan masih banyak survei lainnya yang membuktikan tidak baik dan lemahnya kinerja legislative.

Berdasarkan hasil survei tersebut, menuju 2024 telah seharusnya parpol berbenah, jangan kembali menggunakan pola-pola lama, parpol cuma dikuasai segelintir elit (oligarki) yang mendewakan syahwat kekuasaan duniawi semata. Kalo senang bangsa ini maju maka yang wajib dibenahi pertama kali adalah mutu partai politiknya. Cara merubahnya adalah dengan merivisi UU parpol itu sendiri, wabil tertentu pasal berkenaan proses seleksi kepemimpinan.

Sekarang kamu bayangkan, tugas bagian DPR itu amat trik tetapi juga amat berat: pertama legislatif drafting atau membawa efek regulasi yang menyesuaikan hajat hidup suluruh bangsa, controling atau mengawasi tugas-tugas pemerintah dan paling akhir budgeting atau menyusun anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Lantas, apakah tugas berat itu pantas diisi oleh politisi karbitan? tanpa kaderisasi yang jelas, miskin ilmu, tanpa pengalaman dan cuma mengandalkan popularitas? Mati konyol bangsa ini kalo begini terus. Di level tempat sama saja, seleksi untuk jadi caleg dan cakada di tingkat parpol amat tertutup, elitis, tidak demokratis dan rawan money politik. Politisi lompat sana sini, pas telah duduk, jangan berkreasi tupoksinya saja tidak mengerti.

Sebagai contoh, menyaksikan bagimana putusan MK berkenaan uji UU Cipta Kerja hasil kerja DPR, MK membuktikan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil sebab dibikin dengan “ugal-ugalan” dan bertentangan dengan asas-asas pembentukan ketentuan perundang-undangan. UU berkenaan KPK juga kontroversial, UU KUHP tidak kunjung selesai dan masih banyak kembali lainnya.

Melihat praktek legislative drafting sesudah itu aku cobalah beri tambahan teori efektifitas hukum berasal berasal berasal dari Lawrence M Friedman yang membuktikan bahwa berhasil tidaknya penegakan hukum terkait tiga unsur system hukum; lapisan of law, substance of law dan legal culture. Saya menghendaki beri tambahan satu unsur kembali yakni wise/integrity law maker, artinya hukum wajib dibikin oleh orang/wakil rakyat yang arif dan bijaksana.

Saya wajib ingatka kembali bangsa ini, baca pelan-pelan dan pahami bunyi sila ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan di dalam permusyawaratan/perwakilan”. Para founding father bangsa ini telah amat akurat menyusun rancangan demokrasi Pancasila, makna berasal berasal berasal dari sila ke-4 sesudah itu menurut aku adalah yang layak mewakili rakyat untuk duduk di DPR adalah orang yang hikmat/arif dan bijaksana, bukan cuma sekedar mendapat nada terbanyak di dalam pemilu. Pemimpin yang miliki hikmat kebijaksanaanlah yang sanggup membawa bangsa ini sejahtera, dan sebaliknya pemimpin yang tidak arif dan bijaksana tidak layak memimpin dan cuma akan membawa bangsa ini kekubang kesesatan.

Ada dua cara untuk beroleh orang yang ber“hikmat kebijaksanaan”, pertama orang alim yang miliki tingkat ketakwaan yang tinggi, dan ke dua orang berilmu yang menguasai secara mendalam ilmu ilmu yang luhur. Pemimpin yang miliki pembawaan hikmat kebijaksanaan mewujud di dalam sikap kejujuran, mencintai keadilan dan kemanusiaan dan juga kesejahteraan rakyat sebagai nilai ideal yang diperjuangkan lewat system permusyawaratan perwakilan, bukan permusyawaratan yang dibangun atas nama oligarki dan ketidakjujuran.

Socrates seorang filsuf hukum alam yang tekankan nilai-nilai moralitas yang mengajarkan natural law thinking, telah mengingatkan kita bahwa pemimpin yang baik adalah yang bijaksana dan ikhlas bukan mengejar duwit ataupun kehormatan. Sedangkan Plato tekankan bahwa cuma orang yang mengetahui nilai keadilanlah yang layak memimpin pemerintahan.

Berdasarkan makna sila ke-4 Pancasila diatas, maka telah seharusnya partai politik jadi gardater depan untuk menseleksi kader yang miliki kualifikasi arif dan bijaksana, caranya jadi dengan merevisi UU No. 2 Tahun 2011 memasukkan system intergritas partai politik (SIPP) dan juga merivisi pasal 29 dengan membawa efek ketentuan yang teliti lebih dari satu syarat orang yang layak duduk di DPR.

Contohnya sederhana aku bandingkan dengan tes masuk akpol,dimulai dengan tes administrative, tes potensi akademik, tes psikotes, tes fisik, tes kesehatan, tes wawancara dllnya, tesnya amat kompetitif. Maka yang lolos sebagai taruna adalah orang dengan fisik kuat, miliki jiwa psikologi pemimpin, intelejensia tinggi slot gacor hari ini dan juga sehat jasmani dan rohani. Bila tes jadi taruna sedemikian ketat, maka seharusnya seleksi jadi caleg/calon pemimpin wajib lebih selektif sebab tugasnya amat berat ya itu mobilisasi 3 fungsi DPR controlling, legislative drafting dan budgeting, jangan hingga cuma modal popularitas dan isi tas sesudah itu jadi caleg.

Wahai politisi di senayan dan pengurus partai politik, kita rakyat miliki hak untuk beroleh caleg-caleg dan cakada yang berintegritas! Bila di dalam hukum internasional (International Covenant on Civil and Political Right), hak politik cuma seputar hak memilih dan dipilih di dalam pemilu, hari ini menyambut pemilu 2024 aku mendeklarasikan hak asasi baru, yakni hak rakyat untuk beroleh calon pemimpin (caleg & cakada) hasil seleksi parpol, yang berhikmat kebijaksanaan berdasarkan Pancasila.